Gedung
Inggrisan Banyuwangi Sebagai Bukti Hubungan Antara Inggris dan Kerajaan
Blambangan
Pernahkah
kalian mendengar kata “sulung”? Tentu kalian sudah sering mendengarnya, bukan?
Ya, “sulung” adalah salah satu kosa kata dari bahasa Using yang sering
diucapkan oleh masyarakat Banyuwangi? Tetapi apakah kalian tahu dari manakah
asal dari kata “sulung” tersebut?. Kata “sulung” yang berarti duluan ini
berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu “so long”. Kata tersebut
kemudian melekat pada masyarakat Banyuwangi dan telah menjadi ciri khas. Dengan
demikian, hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Inggris pernah hadir dalam
kehidupan masyarakat Blambangan.
Banyuwangi adalah sebuah kota yang berada di ujung paling timur sekaligus merupakan
kabupaten terluas di Pulau Jawa. Letaknya yang sangat
strategis membuat Banyuwangi pernah menjadi daerah yang diperebutkan oleh
beberapa kerajaan besar di Indonesia serta telah menjadi lirikan dunia sejak
abad ke-16. Sebagai bukti bahwa Inggris pernah hadir di Banyuwangi, kita dapat
melihatnya melalui gedung kuno yang masih berdiri sampai saat ini yaitu gedung
Inggrisan.
Bangunan
Inggrisan yang bergaya unieropa ini merupakan warisan sejarah yang menjadi
bukti berkembangnya kawasan timur pulau Jawa sejak abad 17 silam. Diawali dengan datangnya Francis Drake yang
berkebangsaan Inggris datang ke pelabuhan Ulupampang pada tahun 1579. Saat itu
Francis Drake menganggap pelabuhan Ulupampang sebagai pelabuhan yang aman
karena terdapat benteng alam berupa gunung di sekitarnya serta letaknya yang
berada di dekat selat Bali membuatnya semakin yakin untuk singgah di
Blambangan.
Selain itu,
kerajaan Blambangan yang dianggap netral membuat pelabuhannya semakin ramai
sedangkan pelabuhan panarukan yang sebelumnya merupakan pelabuhan andalan Portugis
menjadi sepi. Hal ini disebabkan karena kerajaan Blambangan adalah satu-satunya
kerajaan Hindu di Pulau Jawa, sehingga Blambangan menjalin hubungan dengan
Portugis untuk mencegah serangan-seragan dari kerajaan islam. Kerajaan
Blambangan yang sangat percaya akan kekuatan lautnya pun memusatkan
perekonomian di Ulupampang. Mulai saat itu, pelabuhan Ulupampang menjadi sangat
ramai karena menjadi pelabuhan pertemuan pedagang Nusantara dengan Inggris. Dengan
demikian, sebenarnya Inggris lebih dahulu mendarat di Ulupampang daripada
Belanda yang mendarat pertama kali di Nusantara pada tahun 1596 di Banten.
Blambangan
yang sangat strategis dan menguntungkan menjadikannya sangat penting bagi Inggris.
Hal ini terbukti ketika pada tahun 1692 Blambangan dimasukkan ke dalam peta
dunia Inggris sebagai salah satu tujuan pelayarannya. Hubungan antara
Blambangan dan Inggris juga semakin baik. Diketahui bahwa kehadiran Inggris pada
masa pemerintahan Susuhunan
Tawangalun ( 1655 sd 1690) menjadi semakin sering. Pada
awalnya, kedatangan Inggris ke Ulupampang hanya sekitar enam bulan sekali,
namun kemudian hampir setiap bulan kapal Inggris bersandar ke Blambangan. Karena
hal tersebut, maka pemerintah Blambangan memutuskan untuk membangunkan sebuah
bangunan penginapan bagi para saudagar ini. Bangunan tersebut kemudian dikenal
sebagai Logde yang artinya penginapan
oleh masyarakat Blambangan.
Bangunan Logde atau sekarang “Inggrisan” dibangun
pada tahun 1736-1757 oleh rakyat Blambangan. Bangunan ini dibangun untuk dijadikan
sebagai penginapan bagi para pedagang Inggris yang bersandar di Ulupampang.
Pembangunan gedung tersebut berlangsung pada masa pemerintahan Raja Danuningrat
yaitu kakak dari Agung Wilis yang memerintah Kerajaan Blambangan pada 1736-1763.
Akan tetapi, setelah pembangunan gedung ini selesai, Inggris kemudian berniat
untuk menjajah Blambangan. Hingga akhirnya, tepatnya pada tahun 1763 Inggris
mulai menguasai Blambangan. Atas rekomendasi EIC yaitu kongsi dagang milik
Inggris, pada tahun 1766 Inggris kemudian membangun kantor dagangnya di bandar
kecil di Banyuwangi. Kantor dagang ini kemudian diberi nama Tirtoganda atau
Toyaarum. Dengan adanya kantor dagang tersebut kedudukan Inggris di Blambangan
pun semakin menguntungkan.
Pada
dasarnya secara tidak langsung keberadaan Gedung Inggrisan ini merupakan salah
satu penyebab terjadinya perang Puputan Bayu. Setelah Inggris mendirikan EIC
pada tahun 1600, Belanda yang merasa tersaingi pun ikut mendirikan kongsi
dagang yang kemudian dikenal sebagai VOC pada tanggal 20 Maret 1602. Kedudukan
VOC di Indonesia telah melebihi dari sekedar kongsi dagang biasa. Akan tetapi
meskipun VOC telah menduduki Indonesia, VOC masih belum tertarik akan
Blambangan. Namun setelah mengetahui hubungan antara Inggris dan Blambangan
yang semakin erat dengan dibangunnya gedung Lodge,
VOC mulai merasa khawatir. Hingga akhirnya ketika VOC mengetahui bahwa EIC
telah membangun kantor dagangnya di Blambangan dan Inggris telah menguasai Blambangan
hingga berjaya, VOC pun mulai berencana untuk menyerang Blambangan.
Pada tahun
1767, dengan persiapan yang sangat matang, setelah menyerbu Panarukan VOC
bergerak cepat menuju Blambangan. Dengan kekuatan armada yang besar, tanggal 31
Maret 1767 Banyualit telah berhasil dikuasai VOC dengan mudah. Blambangan pun
jatuh ke tangan VOC dan Tirtaganda berhasil direbut. Setelah berhasil
memperoleh kemenangan atas Blambangan, VOC kemudian membangun sebuah benteng di
Banyualit.
Akibat dari
penyerangan ini, rakyat Blambangan tidak bisa tinggal diam. Para pejuang
Blambangan dengan gigih terus melakukan perlawanan terhadap VOC sehingga
menyebabkan timbulnya peperangan antara VOC dengan Blambangan selama 5 tahun
lamanya (1767-1772). Diantara perang tersebut terdapat 1 perang yang sangat
dikenang sebagai perang tersadis sepanjang sejarah yaitu perang Puputan Bayu.
Perjuangan para pejuang Blambangan tidak dapat dianggap remeh, meskipun
akhirnya Blambangan tetap dikuasai VOC tetapi terbukti bahwa setelah perang ini
usai VOC mengalami kebangkrutan.
Setelah
Blambangan telah dikuasai VOC, gedung Inggrisan selanjutnya menjadi milik
Belanda. Gedung tersebut kemudian berganti nama menjadi “Singodilanga” dan
dijadikan sebagai asrama para perwira Belanda. Tidak hanya itu, Belanda juga
membangun lorong-lorong rahasia yang terhubung langsung
dengan Kali Lo (selatan) dan Pantai Boom (timur). Lorong –
lorong tersebut sebenarnya hanya merupakan bangker dengan ukuran + 1.5 m
x 1 dan tinggi 2 m.
Namun
kedudukan Belanda di Blambangan tidak berlangsung sangat lama. Setelah kekalahan
Belanda atas Perancis, kekuasaan di Nusantara pun diambil alih Perancis. Meskipun
di bawah pimpinan Perancis, Nusantara masih menjadi jajahan Belanda. Hingga
akhirnya, Sir Stanford Raffless dari Inggris datang dan merebutnya kembali.
Kekalahan Belanda lantas memaksa Belanda untuk menyerahkan derah jajahannya
kepada Inggris melalui Kapitulasi Tuntang pada 11 September 1811. Sejak saat
itu, Nusantara termasuk Blambangan kembali berada dibawah kendali Inggris.
Kedatangan
Inggris ke Blambangan telah membawa pembaharuan bagi Blambangan. Gubernur
Jenderal Sir Stanford Raffless (1811-1816) adalah
satu-satunya Gubernur Jenderal yang datang ke Blambangan dan kemudian sangat terkagum-kagum
akan kekayaan Blambangan. Atas kekagumannya itu, Inggris kemudian memperbaiki
keadaan Blambangan. Inggris membangun kembali jalan Kerajaan Blambangan dari
Banyuwangi ke Kalibaru, dan membangun kembali kota Banyuwangi yang jejaknya
masih nampak sampai saat ini. Disamping itu, Inggris juga membuka perkebunan
kopi ,teh , di tepi G.Raung dan perkebunan pisang serta pabrik beras. Tidak
hanya itu, pelabuhan Banyuwangi juga dibangun kembali.
Suatu
sumber mengatakan bahwa, setelah ditemukannya Australia, fungsi dari gedung
Inggrisan ini berubah menjadi stasiun kabel telegrap
stray bawah laut milik Inggris. Stasiun
kabel ini merupakan titik penghubung komunikasi antara pihak Inggris dengan
Australia. Diketahui bahwa saat itu Inggris yang sedang melakukan revolusi
memberikan penemuan baru kepada dunia yaitu telegraf. Hingga kemudian pada tahun 1870,
British-Australian Telegraph Company memasang kabel dengan rute dari Banyuwangi
ke Darwin. Rute ini merupakan salah satu bagian dari proyek menghubungkan dunia
melalui kabel. Akan tetapi kemudian jalur kabel ini dihancurkan oleh Jepang.
Pada dasarnya,
kekuasaan Inggris di Nusantara telah berakhir pada tahun 1814. Hal tersebut
dikarenakan Inggris menndatangani konferensi London dan menyerahkan Indonesia kembali
kepada Belanda. Meskipun demikian, Inggris tetap melakukan kerjasama dengan
Blambangan melalui Ulupampang sebagai penghubungnya dengan Australia.
Gedung
Inggrisan kembali dikuasai Belanda dan dijadikan markas serta asrama perwira kembali
selama ratusan tahun. Seiring
dengan kedatangan Jepang ke Indonesia,
bangunan ini berpindah tangan dan kemudian dipakai sebagai markas Kanpetai
Jepang. Kemudian mulai pasca kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949, bangunan ini
beralih fungsi lagi, yaitu sebagai markas Batalion Macan Putih. Hingga akhirnya
kini gedung Inggrisan berfungsi sebagai rumah dinas para anggota Kodim 0825
Banyuwangi.
Gedung
Inggrisan yang terus beralih fungsi tersebut menjadikannya memiliki banyak nama
julukan. Sebagian masyarakat mengenalnya dengan nama Gedung Loji yang berasal
dari Lodge, sebagian lagi menyebutnya
sebagai gedung Inggrisan, Komplek Inggrisan, dan Asrama Inggrisan. Meskipun
dengan berbagai nama julukan, gedung ini tetap dikenang dengan nama “Inggrisan”
oleh masyarakat Banyuwangi.
Dengan
demikian, berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa gedung Inggrisan
merupakan salah satu bagian penting dari perjalanan sejarah Banyuwangi yang
harus dilestarikan. Bangunan Inggrisan ini merupakan bukti bahwa Kerajaan
Blambangan pernah menjalin hubungan baik dengan Inggris. Hubungan yang terjalin
tersebut telah menunjukkan bahwa betapa strategisnya Blambangan sehingga
Inggris menganggapnya sangat berharga. Hubungan baik antara Inggris dan
Blambangan ini juga terlihat sampai saat ini melalui julukannya. Meskipun
bangunan Ini hanya ditempati oleh Inggris beberapa tahun saja, dan telah
berpindah tangan serta beralih fungsi beberapa kali, bangunan ini tetap dikenal
sebagai “Inggrisan”. Akan tetapi, pada kenyataannya gedung Inggrisan saat ini
terbengkalai dan tak terawat. Maka dari itu, kami berharap kepada pemerintah
dan juga seluruh rakyat Banyuwangi agar dapat menjaga serta melestarikan cagar
budaya yang sangat penting ini.
Tidak ada komentar:
Write komentar