Jumat, 13 Mei 2016

Gedung Inggrisan Banyuwangi Sebagai Bukti Hubungan Antara Inggris dan Kerajaan Blambangan

Pernahkah kalian mendengar kata “sulung”? Tentu kalian sudah sering mendengarnya, bukan? Ya, “sulung” adalah salah satu kosa kata dari bahasa Using yang sering diucapkan oleh masyarakat Banyuwangi? Tetapi apakah kalian tahu dari manakah asal dari kata “sulung” tersebut?. Kata “sulung” yang berarti duluan ini berasal dari kata serapan bahasa Inggris yaitu “so long”. Kata tersebut kemudian melekat pada masyarakat Banyuwangi dan telah menjadi ciri khas. Dengan demikian, hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Inggris pernah hadir dalam kehidupan masyarakat Blambangan.
Banyuwangi adalah sebuah kota yang berada di ujung paling timur sekaligus merupakan kabupaten terluas di Pulau Jawa. Letaknya yang sangat strategis membuat Banyuwangi pernah menjadi daerah yang diperebutkan oleh beberapa kerajaan besar di Indonesia serta telah menjadi lirikan dunia sejak abad ke-16. Sebagai bukti bahwa Inggris pernah hadir di Banyuwangi, kita dapat melihatnya melalui gedung kuno yang masih berdiri sampai saat ini yaitu gedung Inggrisan.
Bangunan Inggrisan yang bergaya unieropa ini merupakan warisan sejarah yang menjadi bukti berkembangnya kawasan timur pulau Jawa sejak abad 17 silam. Diawali dengan datangnya Francis Drake yang berkebangsaan Inggris datang ke pelabuhan Ulupampang pada tahun 1579. Saat itu Francis Drake menganggap pelabuhan Ulupampang sebagai pelabuhan yang aman karena terdapat benteng alam berupa gunung di sekitarnya serta letaknya yang berada di dekat selat Bali membuatnya semakin yakin untuk singgah di Blambangan.
Selain itu, kerajaan Blambangan yang dianggap netral membuat pelabuhannya semakin ramai sedangkan pelabuhan panarukan yang sebelumnya merupakan pelabuhan andalan Portugis menjadi sepi. Hal ini disebabkan karena kerajaan Blambangan adalah satu-satunya kerajaan Hindu di Pulau Jawa, sehingga Blambangan menjalin hubungan dengan Portugis untuk mencegah serangan-seragan dari kerajaan islam. Kerajaan Blambangan yang sangat percaya akan kekuatan lautnya pun memusatkan perekonomian di Ulupampang. Mulai saat itu, pelabuhan Ulupampang menjadi sangat ramai karena menjadi pelabuhan pertemuan pedagang Nusantara dengan Inggris. Dengan demikian, sebenarnya Inggris lebih dahulu mendarat di Ulupampang daripada Belanda yang mendarat pertama kali di Nusantara pada tahun 1596 di Banten.
Blambangan yang sangat strategis dan menguntungkan menjadikannya sangat penting bagi Inggris. Hal ini terbukti ketika pada tahun 1692 Blambangan dimasukkan ke dalam peta dunia Inggris sebagai salah satu tujuan pelayarannya. Hubungan antara Blambangan dan Inggris juga semakin baik. Diketahui bahwa kehadiran Inggris pada masa pemerintahan Susuhunan Tawangalun ( 1655 sd 1690) menjadi semakin sering. Pada awalnya, kedatangan Inggris ke Ulupampang hanya sekitar enam bulan sekali, namun kemudian hampir setiap bulan kapal Inggris bersandar ke Blambangan. Karena hal tersebut, maka pemerintah Blambangan memutuskan untuk membangunkan sebuah bangunan penginapan bagi para saudagar ini. Bangunan tersebut kemudian dikenal sebagai Logde yang artinya penginapan oleh masyarakat Blambangan.
Bangunan Logde atau sekarang “Inggrisan” dibangun pada tahun 1736-1757 oleh rakyat Blambangan. Bangunan ini dibangun untuk dijadikan sebagai penginapan bagi para pedagang Inggris yang bersandar di Ulupampang. Pembangunan gedung tersebut berlangsung pada masa pemerintahan Raja Danuningrat yaitu kakak dari Agung Wilis yang memerintah Kerajaan Blambangan pada 1736-1763. Akan tetapi, setelah pembangunan gedung ini selesai, Inggris kemudian berniat untuk menjajah Blambangan. Hingga akhirnya, tepatnya pada tahun 1763 Inggris mulai menguasai Blambangan. Atas rekomendasi EIC yaitu kongsi dagang milik Inggris, pada tahun 1766 Inggris kemudian membangun kantor dagangnya di bandar kecil di Banyuwangi. Kantor dagang ini kemudian diberi nama Tirtoganda atau Toyaarum. Dengan adanya kantor dagang tersebut kedudukan Inggris di Blambangan pun semakin menguntungkan.
Pada dasarnya secara tidak langsung keberadaan Gedung Inggrisan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya perang Puputan Bayu. Setelah Inggris mendirikan EIC pada tahun 1600, Belanda yang merasa tersaingi pun ikut mendirikan kongsi dagang yang kemudian dikenal sebagai VOC pada tanggal 20 Maret 1602. Kedudukan VOC di Indonesia telah melebihi dari sekedar kongsi dagang biasa. Akan tetapi meskipun VOC telah menduduki Indonesia, VOC masih belum tertarik akan Blambangan. Namun setelah mengetahui hubungan antara Inggris dan Blambangan yang semakin erat dengan dibangunnya gedung Lodge, VOC mulai merasa khawatir. Hingga akhirnya ketika VOC mengetahui bahwa EIC telah membangun kantor dagangnya di Blambangan dan Inggris telah menguasai Blambangan hingga berjaya, VOC pun mulai berencana untuk menyerang Blambangan.
Pada tahun 1767, dengan persiapan yang sangat matang, setelah menyerbu Panarukan VOC bergerak cepat menuju Blambangan. Dengan kekuatan armada yang besar, tanggal 31 Maret 1767 Banyualit telah berhasil dikuasai VOC dengan mudah. Blambangan pun jatuh ke tangan VOC dan Tirtaganda berhasil direbut. Setelah berhasil memperoleh kemenangan atas Blambangan, VOC kemudian membangun sebuah benteng di Banyualit.
Akibat dari penyerangan ini, rakyat Blambangan tidak bisa tinggal diam. Para pejuang Blambangan dengan gigih terus melakukan perlawanan terhadap VOC sehingga menyebabkan timbulnya peperangan antara VOC dengan Blambangan selama 5 tahun lamanya (1767-1772). Diantara perang tersebut terdapat 1 perang yang sangat dikenang sebagai perang tersadis sepanjang sejarah yaitu perang Puputan Bayu. Perjuangan para pejuang Blambangan tidak dapat dianggap remeh, meskipun akhirnya Blambangan tetap dikuasai VOC tetapi terbukti bahwa setelah perang ini usai VOC mengalami kebangkrutan.
Setelah Blambangan telah dikuasai VOC, gedung Inggrisan selanjutnya menjadi milik Belanda. Gedung tersebut kemudian berganti nama menjadi “Singodilanga” dan dijadikan sebagai asrama para perwira Belanda. Tidak hanya itu, Belanda juga membangun lorong-lorong rahasia yang terhubung langsung dengan Kali Lo (selatan) dan Pantai Boom (timur). Lorong – lorong tersebut sebenarnya hanya merupakan bangker dengan ukuran + 1.5 m x 1 dan tinggi 2 m.
Namun kedudukan Belanda di Blambangan tidak berlangsung sangat lama. Setelah kekalahan Belanda atas Perancis, kekuasaan di Nusantara pun diambil alih Perancis. Meskipun di bawah pimpinan Perancis, Nusantara masih menjadi jajahan Belanda. Hingga akhirnya, Sir Stanford Raffless dari Inggris datang dan merebutnya kembali. Kekalahan Belanda lantas memaksa Belanda untuk menyerahkan derah jajahannya kepada Inggris melalui Kapitulasi Tuntang pada 11 September 1811. Sejak saat itu, Nusantara termasuk Blambangan kembali berada dibawah kendali Inggris.
Kedatangan Inggris ke Blambangan telah membawa pembaharuan bagi Blambangan. Gubernur Jenderal Sir Stanford Raffless (1811-1816) adalah satu-satunya Gubernur Jenderal yang datang ke Blambangan dan kemudian sangat terkagum-kagum akan kekayaan Blambangan. Atas kekagumannya itu, Inggris kemudian memperbaiki keadaan Blambangan. Inggris membangun kembali jalan Kerajaan Blambangan dari Banyuwangi ke Kalibaru, dan membangun kembali kota Banyuwangi yang jejaknya masih nampak sampai saat ini. Disamping itu, Inggris juga membuka perkebunan kopi ,teh , di tepi G.Raung dan perkebunan pisang serta pabrik beras. Tidak hanya itu, pelabuhan Banyuwangi juga dibangun kembali.
Suatu sumber mengatakan bahwa, setelah ditemukannya Australia, fungsi dari gedung Inggrisan ini berubah menjadi stasiun kabel telegrap stray bawah laut milik Inggris. Stasiun kabel ini merupakan titik penghubung komunikasi antara pihak Inggris dengan Australia. Diketahui bahwa saat itu Inggris yang sedang melakukan revolusi memberikan penemuan baru kepada dunia yaitu telegraf. Hingga kemudian pada tahun 1870, British-Australian Telegraph Company memasang kabel dengan rute dari Banyuwangi ke Darwin. Rute ini merupakan salah satu bagian dari proyek menghubungkan dunia melalui kabel. Akan tetapi kemudian jalur kabel ini dihancurkan oleh Jepang.
Pada dasarnya, kekuasaan Inggris di Nusantara telah berakhir pada tahun 1814. Hal tersebut dikarenakan Inggris menndatangani konferensi London dan menyerahkan Indonesia kembali kepada Belanda. Meskipun demikian, Inggris tetap melakukan kerjasama dengan Blambangan melalui Ulupampang sebagai penghubungnya dengan Australia.
Gedung Inggrisan kembali dikuasai Belanda dan dijadikan markas serta asrama perwira kembali selama ratusan tahun. Seiring dengan  kedatangan Jepang ke Indonesia, bangunan ini berpindah tangan dan kemudian dipakai sebagai markas Kanpetai Jepang. Kemudian mulai pasca kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949, bangunan ini beralih fungsi lagi, yaitu sebagai markas Batalion Macan Putih. Hingga akhirnya kini gedung Inggrisan berfungsi sebagai rumah dinas para anggota Kodim 0825 Banyuwangi.
Gedung Inggrisan yang terus beralih fungsi tersebut menjadikannya memiliki banyak nama julukan. Sebagian masyarakat mengenalnya dengan nama Gedung Loji yang berasal dari Lodge, sebagian lagi menyebutnya sebagai gedung Inggrisan, Komplek Inggrisan, dan Asrama Inggrisan. Meskipun dengan berbagai nama julukan, gedung ini tetap dikenang dengan nama “Inggrisan” oleh masyarakat Banyuwangi.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa gedung Inggrisan merupakan salah satu bagian penting dari perjalanan sejarah Banyuwangi yang harus dilestarikan. Bangunan Inggrisan ini merupakan bukti bahwa Kerajaan Blambangan pernah menjalin hubungan baik dengan Inggris. Hubungan yang terjalin tersebut telah menunjukkan bahwa betapa strategisnya Blambangan sehingga Inggris menganggapnya sangat berharga. Hubungan baik antara Inggris dan Blambangan ini juga terlihat sampai saat ini melalui julukannya. Meskipun bangunan Ini hanya ditempati oleh Inggris beberapa tahun saja, dan telah berpindah tangan serta beralih fungsi beberapa kali, bangunan ini tetap dikenal sebagai “Inggrisan”. Akan tetapi, pada kenyataannya gedung Inggrisan saat ini terbengkalai dan tak terawat. Maka dari itu, kami berharap kepada pemerintah dan juga seluruh rakyat Banyuwangi agar dapat menjaga serta melestarikan cagar budaya yang sangat penting ini.

Tidak ada komentar:
Write komentar