PETILASAN PRABU TAWANG
ALUN SEBAGAI SALAH SATU
SAKSI SEJARAH KERAJAAN BLAMBANGAN
DI KABUPATEN BANYUWANGI
Disusun
Oleh : Joko Bing Arianto - X Mia 3 SMAN 1 Rogojampi
Negara yang dijuluki sebagai negara
kepulauan yaitu negara Indonesia yang berlambangkan Burung Garuda memang telah
dikenal sebagai negara yang berpotensi. Sebab selain wilayahnya yang luas dan
memiliki banyak pulau, Indonesia juga menyimpan sejuta sejarah beserta
peninggalannya. Bahkan sumber sejarah dari negara lain kebanyakan berasal dari
Indonesia. Hal ini mengundang daya tarik bagi para sejarawan yang ingin
melakukan kajian dan penelitian ke Indonesia. Jadi, tidak salah lagi jika
Indonesia dikatakan sebagai negara dengan potensi yang besar. Peninggalannya
yang masih dapat kita lihat dan pelajari sampai sekarang antara lain candi dan
petilasan yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Seperti, Candi
Borobudur, Candi Mendut, Candi Prambanan, Candi Gedung Songo,dan candi lainnya.
Seperti
di Kabupaten Banyuwangi yang berada di bagian ujung timur pulau Jawa atau biasa
dikenal dengan sebutan “Sunrise of Java”.
Selain berjuluk “Sunrise of Java”,
Banyuwangi juga dikenal dengan “kota Using”. Karena mayoritas masyarakatnya
menggunakan bahasa Using, dan bahasa Using merupakan bahasa asli masyarakat
Banyuwangi. Sejarah yang tersimpan di Banyuwangi tidak dapat diragukan lagi,
bahkan nama Banyuwangi juga memiliki sejarah tersendiri. Banyuwangi memang kota
sejarah sesuai dengan arti pada namanya yaitu “banyu” yang berarti air dan “wangi”
yang berarti harum, jadi Banyuwangi adalah air yang harum. Hal ini dapat
dikaitkan, sebab dapat dimaknai bahwa nama Banyuwangi menjadi harum diikuti
dengan sejarahnya yang kental. Peninggalan sejarah yang terdapat di Banyuwangi
antara lain : Situs Umpak Songo, Situs Umpak Lima, Situs Rowo Bayu, Situs Batu
Sangkur, Situs Makam Mbah Kopek, Situs Makam Buyut Munir, Petilasan Persemadian
Prabu Tawang Alun, dan lainnya.
Kaitan Banyuwangi dan
Blambangan
Banyuwangi
merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini
terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten
Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan serta
Kabupaten Bondowoso di barat. Banyuwangi juga dikenal sebagai kabupaten terluas
di Pulau Jawa yang mana gandrung menjadi maskot kota ujung timur Pulau Jawa
ini. Oleh karena letak Banyuwangi yang begitu strategis maka hal ini
berpengaruh terhadap seni, budaya dan sejarah
Banyuwangi. Sebab, letak yang strategis memungkinkan terjadinya perpaduan seni,
budaya dan sejarah atau biasa disebut dengan “akulturasi” yang begitu kental. Seperti
contoh yang berkemungkinan besar adalah antara Bali dengan Banyuwangi. Kedua
daerah tersebut memiliki ciri khas dan juga potensi masing-masing. Tetapi,
meskipun Banyuwangi mendapat perpaduan seni, budaya dan sejarah, namun
masyarakat Banyuwangi tidak meninggalkan kebudayaan mereka sendiri dan hal ini
justru menjadi dampak positif terhadap Banyuwangi sendiri.
Kebanyakan peninggalan bersejarah di
Banyuwangi erat kaitannya dengan Kerajaan Blambangan yang pernah berdiri di
Banyuwangi. Wilayah di ujung timur Pulau Jawa ini juga identik dengan
peninggalan zaman Majapahit. Karena Blambangan
merupakan kerajaan yang semasa
dengan Kerajaan Majapahit, bahkan dua abad lebih panjang umurnya dari Kerajaan
Majapahit. Sebelum menjadi kabupaten, daerah ini dikenal dengan nama
Blambangan. Penguasa yang paling terkenal adalah Prabu Tawang Alun. Seperti
pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan Kerajaan Hindu Blambangan
yang dipimpin oleh Prabu Tawang Alun. Juga perlu diketahui bahwa Kerajaan
Blambangan merupakan kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan
Mataram dan VOC, dan Kerajaan Blambangan merupakan kerajaan yang paling akhir
ditaklukkan penjajah Belanda pada masa itu di Pulau Jawa. Tidak heran lagi jika
nama Banyuwangi tidak dapat dipisahkan dengan nama Blambangan. Keduanya
memiliki keterkaitan satu sama lain, karena sejarah berdirinya Banyuwangi sendiri
tidak lepas dari sejarah kerajaan Blambangan.
Hubungan antara Prabu
Tawang Alun dengan Kerajaan Blambangan
Tawang
Alun yang dikenal sebagai Prabu Tawang Alun pernah memerintah di Kerajaan
Blambangan. Meski tidak ada prasasti yang menyebutkan secara pasti tentang
kisah Prabu Tawang Alun, namun dari penelusuran para sejarawan, raja Hindu ini
memerintah sekitar tahun 1645-1691. Kepastian tahun ini didapatkan dari tulisan
Leukerker yaitu seorang penulis dari Belanda. Tulisan itu mengisahkan bahwa,
Prabu Tawang Alun adalah salah satu keturunan dari Prabu Brawijaya, raja
Majapahit dari keluarga yang telah lama menetap di pegunungan Tengger, Jawa
Timur bernama Lembu Anisroyo bangsawan dari daerah Tengger, Bromo. Jadi, jelas
bahwa Prabu Tawang Alun sangat berhubungan dengan Kerajaan Blambangan.
Keterkaitan antara
Prabu Tawang Alun dan Banyuwangi
Karena
Prabu Tawang Alun memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Blambangan, maka
otomatis Prabu Tawang Alun juga berdampak penting terhadap Kota Banyuwangi. Prabu
Tawang Alun ini merupakan pendiri atau cikal bakal dari Kota Banyuwangi. Hampir
tempat di Banyuwangi pernah disinggahi olehnya. Prabu Tawang Alun biasa
melakukan semedi dibeberapa tempat di Banyuwangi, seperti di Kecamatan Songgon
yang terbukti dengan petilasan Prabu Tawang Alun yang berada di Rowo Bayu dan
khususnya di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat yang kehadirannya pada waktu itu
terasa hingga sekarang dengan adanya peninggalan yang dikenal dengan “Petilasan
Persemadian Prabu Tawang Alun”. Lokasi petilasan ini terletak di Desa Macan
Putih, Kecamatan Kabat. Arti “petilasan” merupakan istilah yang diambil dari
bahasa jawa yaitu “tilas” yang artinya
bekas. Jadi, makna petilasan adalah yang menunjuk pada suatu tempat yang pernah
disinggahi ataupun didiami oleh seseorang (orang yang penting). Tempat yang
layak disebut petilasan biasanya adalah tempat tinggal, tempat beristirahat
(dalam pengembaraan) yang relatif lama, tempat pertapaan, tempat terjadinya
peristiwa penting, terkait dengan legenda. Jadi, tidak bisa dipungkiri jika
“Petilasan Persemadian Prabu Tawang Alun” merupakan tempat yang pernah
disinggahi Prabu Tawang Alun dalam urusan yang penting seperti semedi dan
lainnya dalam jangka waktu yang cukup lama.
Kaitan Petilasan
Persemadian Prabu Tawang Alun dengan Desa Macan Putih
Petilasan
Persemadian Prabu Tawang Alun biasa disebut oleh masyarakat sebagai Situs
Tawang Alun yang diyakini sebagai petilasan terakhir Prabu Tawang Alun. Petilasan
ini dipercayai masyarakat setempat erat kaitannya dengan Desa Macan Putih. Di
petilasan ini konon sering terdengar auman seekor macan. Menurut sejarah,
dahulu kala saat Prabu Tawang Alun sedang bersemedi di Rowo Boyo tiba-tiba
muncul 2 ekor macan putih, dan Prabu Tawang Alun diminta untuk menungganginya.
Akhirnya macan putih menjadi pengawal setia sekaligus kendaraan Prabu Tawang
Alun. Sejarah yang lain menyebutkan bahwa ketika Prabu Tawang Alun sedang
bertapa ia mendapat petunjuk agar berjalan ngalor wetan dan bila dijalan
bertemu macan putih, ia harus duduk diatasnya dan mengikuti perjalanan macan
putih. Oleh karena itu nama Prabu Tawang Alun sering disebut-sebut oleh
masyarakat sebagai orang yang erat kaitannya dengan cikal bakal Desa Macan
Putih.
Petilasan Persemadian
Prabu Tawang Alun dan fungsinya
Petilasan
atau Situs Tawang Alun ini merupakan situs yang disakralkan oleh masyarakat
setempat dan dipercaya bahwa situs ini merupakan bekas singgasana. Kawasan ini
terletak di Keraton Macan Putih, tepi jalan raya Banyuwangi sebelum memasuki
Kecamatan Rogojampi tepatnya di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat. Petilasan
ini lebih mirip sebuah pendopo tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan
dengan mahkota ditengahnya dan lantai berkeramik modern yang bersih. Situs ini
terletak 12 km dari kota Banyuwangi yang dahulunya tempat ini merupakan ibu
kota Kerajaan Blambangan saat dipimpin oleh Prabu Tawang Alun. Saat periode
inilah Kerajaan Blambangan mencapai masa kejayaan. Kerajaan Blambangan sendiri
berdiri pada abad ke-13 dan runtuh pada abad ke-18. Daerah ini merupakan daerah
pertama yang menganut agama islam. Berbagai benda bersejarah dapat ditemukan
oleh berbagai arkeolog mulai dari batu bata bekas keraton macan putih hingga
berbagai benda bersejarah lainnya. Fungsi petilasan ini adalah dahulunya
digunakan sebagai tempat bersemedi/bertapa Prabu Tawang Alun dalam jangka waktu
yang cukup lama.
“Berdasarkan
sejarah, dulunya sebelum Prabu Tawang Alun singgah ke petilasan tersebut di
daerah Kedawung, Aliyan, Kecamatan Rogojampi ada sebuah kerajaan besar yang
rajanya tidak jelas namanya siapa, dalam istilah jawa raja tersebut tergolong
raja yang tidak mau disebutkan namanya. Raja itu memiliki 5 orang anak diantara
salah satunya ialah Prabu Tawang Alun. Dahulunya tempat ini (Petilasan
Persemadian Prabu Tawang Alun) digunakan sebagai tempat Prabu Tawang Alun
bersemedi dan dalam jangka waktu yang cukup lama”, jelas juru kunci Petilasan
yang bernama mbah Nurdin. Mbah Nurdin juga menceritakan bahwa tempat ini
(Petilasan Persemadian Prabu Tawang Alun) juga dijadikan pertanda bahwa dulunya
di negara Indonesia akan terjadi huru-hara, dan hal ini ditandai dengan pohon
tua yang menggugurkan daunnya, hingga tidak tersisa satu helai daunpun.
Sejarah
petilasan/situs Tawang Alun ini berawal setelah terjadi perang saudara antara
Prabu Tawang Alun dengan adiknya, Mas Wilo. Prabu Tawang Alun merasa menyesal
setelah membunuh adiknya. Kemudian Prabu Tawang Alun bersemadi di hutan Rowo
Bayu, Songgon. Kala itu bangsawan ini mendapat wangsit diminta berjalan ke arah
timur laut. Saat bersamaan munculah seekor macan putih. Sesuai petunjuk, Prabu
Tawang Alun diminta menaiki macan itu. Begitu naik, macan tersebut membawanya
ke arah timur laut dan menghilang di daerah Kabat. Tempat menghilangnya harimau
itulah kemudian didirikan istana bernama Macan Putih. Konon istana itu dibuat
oleh Kongco Banyuwangi selama 5 tahun 10 bulan. Tinggi bentengnya diperkirakan
mencapai 3 meter dengan lebar 2 meter. Kehebatan Macan Putih masih bisa
ditemukan hingga sekarang, yaitu batu merah dengan ukuran yang digunakan
mencapai 30x20 cm berbahan batu cadas
putih. Sejumlah benda peninggalan zaman itu juga banyak ditemukan di sekitar
lokasi.
Peninggalan
sejarah di Kabupaten Banyuwangi memang harus selalu dijaga oleh semua
masyarakat, karena peninggalan tersebut menjadi bukti bahwa dahulunya memang
pernah ada sejarah. Seperti pada Petilasan Prabu Tawang Alun yang menyimpan
sejarah rakyat Banyuwangi yaitu Kerajaan Blambangan. Petilasan ini terletak di
Keraton Macan Putih, tepi jalan raya Banyuwangi sebelum memasuki Kecamatan
Rogojampi tepatnya di Desa Macan Putih, Kecamatan Kabat. Dahulunya tempat ini
merupakan bekas singgasana dan tempat Prabu Tawang Alun bersemedi. Kekentalan
sejarah ini terasa dengan ditemukannya peninggalan Kerajaan Blambangan berupa
batu merah dengan ukuran yang digunakan mencapai 30x20 cm berbahan batu cadas putih. Petilasan ini lebih
mirip sebuah pendopo tempat berkumpulnya para petinggi kerajaan dengan mahkota
ditengahnya dan lantai berkeramik modern yang bersih. Desa Macan putih juga
salah satu faktor yang memicu munculnya petilasan ini dengan melibatkan seekor
Macan Putih yang menjadi tunggangan sekaligus pengawal setia Prabu Tawang Alun.
Dari sejarah yang melibatkan seekor macan putih itulah yang menjadikan
Petilasan Prabu Tawang Alun berdiri hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Write komentar