SUMUR SRI TANJUNG
SUMBERWANGI SALAH SATU SITUS LEGENDA
BANYUWANGI
Banyuwangi….?
Sepintas hanya terdengar sebagai kabupaten biasa seperti kabupaten – kabupaten
lain yang ada di Indonesia. Namun sekarang Kabupaten Banyuwangi menjadi
kabupaten yang dikenal banyak orang diluar sana. Kabupaten Banyuwangi adalah
sebuah kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi atau
yang memiliki julukan bumi Blambangan ini terletak di ujung paling timur Pulau
Jawa. Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di sebelah
utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Selat Bali di sebelah timur, serta
Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat. Kawasan perbatasan
Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso terdapat rangkaian pegunungan Ijen dengan
puncaknya Gunung Raung dan Gunung Merapi terdapat kawah Ijen. Kedua gunung
tersebut adalah gunung api aktif. Bagian selatan terdapat perkebunan
peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan Kabupaten Jember bagian
selatan, merupakan kawasan konservasi cagar alam Taman Nasional Meru Betiri.
Kabupaten Banyuwangi memiliki luas ±5.782,50 km2 dan menjadikan
Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa. Ada
banyak hal yang bisa kita nikmati ketika berada di Banyuwangi, salah satunya
yang berkaitan dengan sejarah Banyuwangi. Banyuwangi memiliki sejarah – sejarah
yang masih kental akan keasliannya yang membuat Kabupaten Banyuwangi semakin
menarik di mata para penikmatnya. Selain sejarahnya, tempat, bangunan, dan situs
bersejarah di Kabupaten Banyuwangi pun juga melengkapi ketertarikan pelancong
yang sedang berkunjung ke Banyuwangi, salah satunya adalah sumur Sri Tanjung
Sumberwangi.
Sumur Sri Tanjung Sumberwangi merupakan salah satu
situs bersejarah yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Sumur Sri Tanjung Sumberwangi
atau yang sering disebut sumur Sri Tanjung terletak di kota Banyuwangi Jalan
Sidopekso no.10, kelurahan Temenggungan. Sumur Sri Tanjung ini berdekatan
dengan Masjid Agung Baiturrahman, makam para Bupati yang pernah memimpin
Banyuwangi, dan taman Sri Tanjung. Letak dari sumur Sri Tanjung tersebut lebih
tepatnya di gang sebelah timur pendopo Banyuwangi yakni di dalam rumah warga. Sumur
Sri Tanjung ditemukan pada masa Raden Tumenggung Notodiningrat pada tahun 1912
hingga 1920. Sumur ini awalnya dibuat hanya sebagai percobaan warga untuk
membuat sumur di rumahnya. Namun, pada saat menggali sumur di belakang rumah
Bapak Darusman, bau harum atau wangi keluar dari sumur itu. Warga percaya bahwa
harum yang keluar dari sumur tersebut adalah bau Sri Tanjung yang
ditenggelamkan oleh Sidopekso ke sungai yang terletak di bawah rumah Bapak
Darusman.
Sri
Tanjung dan Sidopekso adalah legenda turun – temurun yang merupakan kisah
asmara dan kesetiaan yang menjadi cikal bakal terjadinya Banyuwangi. Sri
Tanjung merupakan suatu legenda menceritakan bagaimana seorang putri yang
sangat cantik jelita dan setia kepada sang suami yakni Sidopekso, difitnah oleh
seorang raja yang bernama Sulahkromo. Kisah ini diperkirakan berasal dari zaman
awal kerajaan Majapahit yaitu sekitar abad ke-13 Masehi. Hal tersebut
didasarkan atas bukti arkeologi, bahwa selain dalam bentuk tembang, kisah Sri
Tanjung juga diabadikan dalam bentuk bas-relief yang terukir di dinding Candi
Penataran, Gapura Bajang Ratu, Candi Surawana, dan Candi Jabung. Kisah diawali
dengan menceritakan tentang seorang ksatria yang tampan dan gagah perkasa
bernama Raden Sidopekso yang merupakan keturunan Pandawa. Konon, dahulu kala
wilayah ujung timur Pulau Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh
seorang raja yang bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya
ia dibantu oleh seorang patih yang gagah berani, arif, tampan bernama
Sidopekso. Ia mengabdi kepada Raja Sulahkromo yang berkuasa di Kerajaan
Sindurejo. Raja Sulahkromo sendiri merupakan kakak dari Raden Sidopekso.
Sidopekso diutus mencari obat oleh raja kepada kakeknya Bhagawan Tamba Petra
yang bertapa di pegunungan. Di sana ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat
ayu bernama Sri Tanjung. Sri Tanjung bukanlah gadis biasa, karena ibunya adalah
bidadari yang turun ke bumi dan diperistri seorang manusia. Karena itulah Sri
Tanjung memiliki paras yang luar biasa cantik jelita. Raden Sidopekso jatuh
hati dan menjalin cinta dengan Sri Tanjung yang kemudian dinikahinya. Setelah
menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Kerajaan Sindurejo. Raja Sulahkromo
diam – diam terpesona dan tergila – gila akan kecantikan Sri Tanjung. Sang Raja
menyimpan hasrat untuk merebut Sri Tanjung dari tangan suaminya, sehingga ia
mencari siasat agar dapat memisahkan Sri Tanjung dari Sidopekso dan
mempersunting Sri Tanjung sebagai istrinya. Maka muncullah akal licik Sang Raja
dengan memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin
bisa dicapai oleh manusia biasa dan kira – kira membutuhkan waktu yang cukup
lama. Lantas Sidopekso diutus oleh Raja Sulahkromo pergi ke Alas Purwo tepatnya
di pantai Plengkung. Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang
Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja. Sementara itu, sepeninggal
Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan merayu dan
memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukannya. Namun cinta Sang
Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri
yang selalu berdo’a untuk suaminya. Api panas membara hati Sang Raja ketika
cintanya ditolak oleh Sri Tanjung. Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi
tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul,
memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada
saat menjalankan titah raja meninggalkan kerajaan, Sri Tanjung mendatangi dan
merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja. Tanpa berfikir panjang,
Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang
tidak beralasan. Sidopekso termakan hasutan Sang Raja dan mengira istrinya
telah berselingkuh, sehingga ia terbakar amarah dan kecemburuan. Karena emosi
yang tak bisa ditahan lagi, akhirnya Sidopekso menghakimi Sri Tanjung agar mau
mengakui apa yang telah dilakukan Sri Tanjung bersama kakak iparnya tersebut.
Sri Tanjung memohon kepada suaminya agar percaya bahwa ia tak berdosa dan
selalu setia. Namun Sidopekso mengelaknya dan berniat membunuh Sri Tanjung. Sri
Tanjung dibawa olehnya ke pinggir sungai. Dengan rasa menyesal, Sri Tanjung
mencoba menceritakan hal yang sebenarnya terjadi dan menolak tuduhan suaminya.
Namun mendengar kata – kata istrinya, amarah Sidopekso semakin berkobar. Dengan
penuh kesedihan Sri Tanjung pun menuruti keinginan suaminya itu, ia juga
berpesan agar jasadnya dihanyutkan ke air yang keruh, kemudian Sri Tanjung
bersumpah, “apabila air ini berbau anyir maka aku bersalah karena aku
berselingkuh, tapi apabila air ini berbau harum mak itu merupakan bukti bahwa
aku tak bersalah dan aku setia kepadamu”. Akhirnya dengan garang Sidopekso yang
sudah gelap mata menikam Sri Tanjung dengan keris hingga tewas. Lalu apa yang
terjadi? Keajaiban pun benar – benar datang. Air yang tadinya keruh berubah
menjadi bening seperti kaca. Benarlah pesumpahan Sri Tanjung, air yang beraroma
wangi harum semerbak tercium ketika Sri Tanjung tenggelam di sumur itu. Raden
Sidopekso menyadari kekeliruannya dan menyesali perbuatannya. Konon air yang
harum mewangi itu menjadi asal mula nama tempat tersebut. Maka sampai sekarang
ibukota kerajaan Blambangan dinamakan Banyuwangi.
Menurut warga setempat, air sumur kadang bisa
berubah warna dan aromanya. Kadang berbau wangi atau kadang berbau anyir /
amis. Jika aroma air sumur berubah menjadi wangi, maka itu akan menjadi suatu
pertanda baik yang akan menimpa suatu daerah ataupun bangsa ini. Misalnya
kenyataan yang pernah terjadi di tahun 1965-an, sumur ini pernah berbau wangi
dan ternyata di tahun inilah Gerakan 30 September oleh PKI (G 30 S/ PKI)
terjadi.
Sumur Sri Tanjung ini berbentuk persegi panjang
dengan ukuran panjang sekitar 1,4 meter dan lebar 0,8 meter, serta dalam ± 7
meter. Lebar sumur tersebut sama dengan lebar gang yang para pengunjung lewati
saat mencapai sumur Sri Tanjung ini karena sumur ini jadi satu dengan rumah
pemilik sumur ini. Dulu, pendopo Banyuwangi hingga rumah Pak Darusman adalah
satu komplek. Disana terdapat sungai besar dan menurut Pak Darusman, rumah yang
ditempati beliau itu dahulunya merupakan keputren. Keputren adalah tempat mandi
para putri – putri raja. Pak Darusman selaku pemilik rumah mengaku baru percaya
akan kehebatan sumur Sri Tanjung, setelah pada tahun 1982 ada rombongan dari
kraton Solo dan Klaten yang datang ke Banyuwangi hanya khusus untuk berziarah
ke sumur Sri Tanjung. Para sesepuh kraton mengatakan bahwa sumur Sri Tanjung
adalah salah satu sumur tiban tertua di tanah Jawa, yang merupakan satu –
satunya peninggalan sejarah. Sejak itulah Pak Darusman mau merawat sumur Sri
Tanjung, walau para sesepuh dan nenek moyangnya sudah lebih dulu merawat dan
sumur Sri Tanjung. Menurut Pak Darusman, para peziarah yang datang biasa
terlebih dahulu diilhami atau didatangi oleh seorang putri yang cantik bernama
Sri Tanjung. Kebanyakan para peziarah datang pada hari Selasa Kliwon, Selasa
Legi, Jum’at Kliwon dan Jum’at Legi. Namun menurut warga setempat, air sumur
ini seringkali berbau harum pada saat hari Kamis Malam atau Malam Jum’at di
hari itulah Sang Putri Sri Tanjung menampakkan dirinya. Jika para peziarah
ingin berinteraksi dengan Putri Sri Tanjung dengan didampingi Pak Darusman,
maka para peziarah harus membawa kembang telon atau bunga pasar berwarna tiga
macam untuk persembahan kepada Sang Putri Sri Tanjung. Setelah persembahan
kembang telon di tempatkan dipinggir sumur, maka Pak Darusman akan memanggil
Putri Sri Tanjung dengan menyalakan dupa wangi untuk mendapatkan do’a restu.
Usai mendapatkan do’a restu, para peziarah baru diperkenankan meminta dan
bermunajat kepada Allah SWT. dengan melalui sumur Sri Tanjung. Setelah
melakukan ritual do’a maka satu persatu peziarah diminta cuci muka dengan air
sumur kemudian meminumnya.
Peristiwa Sri Tanjung yang dibunuh
oleh suaminya, Sidopekso akhirnya menciptakan bau harum di sendang atau sumber
air yang luas dan mengalir menjadi sungai. Hal itu menandakan bahwa Sri Tanjung
setia kepada Sidopekso. Karena bau air yang harum tersebut, maka kabupaten ini
dinamai Banyuwangi yang berasal dari kata “banyu” berarti air, dan “wangi”
berarti harum, maka Banyuwangi memiliki makna “air yang harum”. Dengan peristiwa
itu juga sendang tersebut dijadikan sebagai sumur yang disebut dengan sumur Sri
Tanjung Sumberwangi yang memiliki kekuatan tersendiri. Tidak mengherankan bila Sumur
Sri Tanjung Sumberwangi tersebut semakin banyak pengunjungnya, karena legenda
putri Sri Tanjung ini, hingga kini memiliki daya tarik tersendiri bagi
masyarakat Using Banyuwangi, bahkan bagi masyarakat diluar Banyuwangi juga mempercayai
kekuatan putri Sri Tanjung itu. Sumur Sri Tanjung diyakini masih menyimpan
beberapa misteri dan kekuatan gaib. Sumur Sri Tanjung diyakini oleh sebagian
masyarakat memiliki beberapa khasiat ampuh. Air sumur ini dipercaya dapat
mengabulkan do’a ataupun hajat. Bahkan ada yang mempercayai bahwa air sumur
dapat membuat awet muda, dan ada juga yang menganggap jika minum dan mandi
menggunakan air sumur ini maka akan mendapat berkah. Banyak diantara mereka,
sepulang berziarah atau hanya berkunjung dari Sumur Sri Tanjung Sumberwangi ini
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tetapi tetap saja kita harus percaya
kepada Sang Pencipta alam semesta.
Dengan adanya situs sumur Sri
Tanjung Sumberwangi diharapkan adanya antusias pemerintah dalam memperkenalkan
situs ini agar semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. Selain
itu, warga Banyuwangi hendaknya juga ikut menjaga keaslian sumur Sri Tanjung
Sumberwangi. Sehingga pemerintah dan masyarakat sama – sama melestarikan sumur
Sri Tanjung Sumberwangi ini. Jadi, situs sumur Sri Tanjung Sumberwangi dapat dinikmati
hingga masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Write komentar