Jumat, 13 Mei 2016

SUMUR SRI TANJUNG SUMBERWANGI SALAH SATU SITUS LEGENDA
BANYUWANGI
 Banyuwangi….? Sepintas hanya terdengar sebagai kabupaten biasa seperti kabupaten – kabupaten lain yang ada di Indonesia. Namun sekarang Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten yang dikenal banyak orang diluar sana. Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten yang berada di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Banyuwangi atau yang memiliki julukan bumi Blambangan ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Selat Bali di sebelah timur, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat. Kawasan perbatasan Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso terdapat rangkaian pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung Raung dan Gunung Merapi terdapat kawah Ijen. Kedua gunung tersebut adalah gunung api aktif. Bagian selatan terdapat perkebunan peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi cagar alam Taman Nasional Meru Betiri. Kabupaten Banyuwangi memiliki luas ±5.782,50 km2 dan menjadikan Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Jawa Timur bahkan di Pulau Jawa. Ada banyak hal yang bisa kita nikmati ketika berada di Banyuwangi, salah satunya yang berkaitan dengan sejarah Banyuwangi. Banyuwangi memiliki sejarah – sejarah yang masih kental akan keasliannya yang membuat Kabupaten Banyuwangi semakin menarik di mata para penikmatnya. Selain sejarahnya, tempat, bangunan, dan situs bersejarah di Kabupaten Banyuwangi pun juga melengkapi ketertarikan pelancong yang sedang berkunjung ke Banyuwangi, salah satunya adalah sumur Sri Tanjung Sumberwangi.
Sumur Sri Tanjung Sumberwangi merupakan salah satu situs bersejarah yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Sumur Sri Tanjung Sumberwangi atau yang sering disebut sumur Sri Tanjung terletak di kota Banyuwangi Jalan Sidopekso no.10, kelurahan Temenggungan. Sumur Sri Tanjung ini berdekatan dengan Masjid Agung Baiturrahman, makam para Bupati yang pernah memimpin Banyuwangi, dan taman Sri Tanjung. Letak dari sumur Sri Tanjung tersebut lebih tepatnya di gang sebelah timur pendopo Banyuwangi yakni di dalam rumah warga. Sumur Sri Tanjung ditemukan pada masa Raden Tumenggung Notodiningrat pada tahun 1912 hingga 1920. Sumur ini awalnya dibuat hanya sebagai percobaan warga untuk membuat sumur di rumahnya. Namun, pada saat menggali sumur di belakang rumah Bapak Darusman, bau harum atau wangi keluar dari sumur itu. Warga percaya bahwa harum yang keluar dari sumur tersebut adalah bau Sri Tanjung yang ditenggelamkan oleh Sidopekso ke sungai yang terletak di bawah rumah Bapak Darusman.
     Sri Tanjung dan Sidopekso adalah legenda turun – temurun yang merupakan kisah asmara dan kesetiaan yang menjadi cikal bakal terjadinya Banyuwangi. Sri Tanjung merupakan suatu legenda menceritakan bagaimana seorang putri yang sangat cantik jelita dan setia kepada sang suami yakni Sidopekso, difitnah oleh seorang raja yang bernama Sulahkromo. Kisah ini diperkirakan berasal dari zaman awal kerajaan Majapahit yaitu sekitar abad ke-13 Masehi. Hal tersebut didasarkan atas bukti arkeologi, bahwa selain dalam bentuk tembang, kisah Sri Tanjung juga diabadikan dalam bentuk bas-relief yang terukir di dinding Candi Penataran, Gapura Bajang Ratu, Candi Surawana, dan Candi Jabung. Kisah diawali dengan menceritakan tentang seorang ksatria yang tampan dan gagah perkasa bernama Raden Sidopekso yang merupakan keturunan Pandawa. Konon, dahulu kala wilayah ujung timur Pulau Jawa yang alamnya begitu indah ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu Sulahkromo. Dalam menjalankan pemerintahannya ia dibantu oleh seorang patih yang gagah berani, arif, tampan bernama Sidopekso. Ia mengabdi kepada Raja Sulahkromo yang berkuasa di Kerajaan Sindurejo. Raja Sulahkromo sendiri merupakan kakak dari Raden Sidopekso. Sidopekso diutus mencari obat oleh raja kepada kakeknya Bhagawan Tamba Petra yang bertapa di pegunungan. Di sana ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat ayu bernama Sri Tanjung. Sri Tanjung bukanlah gadis biasa, karena ibunya adalah bidadari yang turun ke bumi dan diperistri seorang manusia. Karena itulah Sri Tanjung memiliki paras yang luar biasa cantik jelita. Raden Sidopekso jatuh hati dan menjalin cinta dengan Sri Tanjung yang kemudian dinikahinya. Setelah menjadi istrinya, Sri Tanjung diboyong ke Kerajaan Sindurejo. Raja Sulahkromo diam – diam terpesona dan tergila – gila akan kecantikan Sri Tanjung. Sang Raja menyimpan hasrat untuk merebut Sri Tanjung dari tangan suaminya, sehingga ia mencari siasat agar dapat memisahkan Sri Tanjung dari Sidopekso dan mempersunting Sri Tanjung sebagai istrinya. Maka muncullah akal licik Sang Raja dengan memerintahkan Patih Sidopekso untuk menjalankan tugas yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia biasa dan kira – kira membutuhkan waktu yang cukup lama. Lantas Sidopekso diutus oleh Raja Sulahkromo pergi ke Alas Purwo tepatnya di pantai Plengkung. Maka dengan tegas dan gagah berani, tanpa curiga, sang Patih berangkat untuk menjalankan titah Sang Raja. Sementara itu, sepeninggal Sang Patih Sidopekso, sikap tak senonoh Prabu Sulahkromo dengan merayu dan memfitnah Sri Tanjung dengan segala tipu daya dilakukannya. Namun cinta Sang Raja tidak kesampaian dan Sri Tanjung tetap teguh pendiriannya, sebagai istri yang selalu berdo’a untuk suaminya. Api panas membara hati Sang Raja ketika cintanya ditolak oleh Sri Tanjung. Ketika Patih Sidopekso kembali dari misi tugasnya, ia langsung menghadap Sang Raja. Akal busuk Sang Raja muncul, memfitnah Patih Sidopekso dengan menyampaikan bahwa sepeninggal Sang Patih pada saat menjalankan titah raja meninggalkan kerajaan, Sri Tanjung mendatangi dan merayu serta bertindak serong dengan Sang Raja. Tanpa berfikir panjang, Sidopekso langsung menemui Sri Tanjung dengan penuh kemarahan dan tuduhan yang tidak beralasan. Sidopekso termakan hasutan Sang Raja dan mengira istrinya telah berselingkuh, sehingga ia terbakar amarah dan kecemburuan. Karena emosi yang tak bisa ditahan lagi, akhirnya Sidopekso menghakimi Sri Tanjung agar mau mengakui apa yang telah dilakukan Sri Tanjung bersama kakak iparnya tersebut. Sri Tanjung memohon kepada suaminya agar percaya bahwa ia tak berdosa dan selalu setia. Namun Sidopekso mengelaknya dan berniat membunuh Sri Tanjung. Sri Tanjung dibawa olehnya ke pinggir sungai. Dengan rasa menyesal, Sri Tanjung mencoba menceritakan hal yang sebenarnya terjadi dan menolak tuduhan suaminya. Namun mendengar kata – kata istrinya, amarah Sidopekso semakin berkobar. Dengan penuh kesedihan Sri Tanjung pun menuruti keinginan suaminya itu, ia juga berpesan agar jasadnya dihanyutkan ke air yang keruh, kemudian Sri Tanjung bersumpah, “apabila air ini berbau anyir maka aku bersalah karena aku berselingkuh, tapi apabila air ini berbau harum mak itu merupakan bukti bahwa aku tak bersalah dan aku setia kepadamu”. Akhirnya dengan garang Sidopekso yang sudah gelap mata menikam Sri Tanjung dengan keris hingga tewas. Lalu apa yang terjadi? Keajaiban pun benar – benar datang. Air yang tadinya keruh berubah menjadi bening seperti kaca. Benarlah pesumpahan Sri Tanjung, air yang beraroma wangi harum semerbak tercium ketika Sri Tanjung tenggelam di sumur itu. Raden Sidopekso menyadari kekeliruannya dan menyesali perbuatannya. Konon air yang harum mewangi itu menjadi asal mula nama tempat tersebut. Maka sampai sekarang ibukota kerajaan Blambangan dinamakan Banyuwangi.
Menurut warga setempat, air sumur kadang bisa berubah warna dan aromanya. Kadang berbau wangi atau kadang berbau anyir / amis. Jika aroma air sumur berubah menjadi wangi, maka itu akan menjadi suatu pertanda baik yang akan menimpa suatu daerah ataupun bangsa ini. Misalnya kenyataan yang pernah terjadi di tahun 1965-an, sumur ini pernah berbau wangi dan ternyata di tahun inilah Gerakan 30 September oleh PKI (G 30 S/ PKI) terjadi.
Sumur Sri Tanjung ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang sekitar 1,4 meter dan lebar 0,8 meter, serta dalam ± 7 meter. Lebar sumur tersebut sama dengan lebar gang yang para pengunjung lewati saat mencapai sumur Sri Tanjung ini karena sumur ini jadi satu dengan rumah pemilik sumur ini. Dulu, pendopo Banyuwangi hingga rumah Pak Darusman adalah satu komplek. Disana terdapat sungai besar dan menurut Pak Darusman, rumah yang ditempati beliau itu dahulunya merupakan keputren. Keputren adalah tempat mandi para putri – putri raja. Pak Darusman selaku pemilik rumah mengaku baru percaya akan kehebatan sumur Sri Tanjung, setelah pada tahun 1982 ada rombongan dari kraton Solo dan Klaten yang datang ke Banyuwangi hanya khusus untuk berziarah ke sumur Sri Tanjung. Para sesepuh kraton mengatakan bahwa sumur Sri Tanjung adalah salah satu sumur tiban tertua di tanah Jawa, yang merupakan satu – satunya peninggalan sejarah. Sejak itulah Pak Darusman mau merawat sumur Sri Tanjung, walau para sesepuh dan nenek moyangnya sudah lebih dulu merawat dan sumur Sri Tanjung. Menurut Pak Darusman, para peziarah yang datang biasa terlebih dahulu diilhami atau didatangi oleh seorang putri yang cantik bernama Sri Tanjung. Kebanyakan para peziarah datang pada hari Selasa Kliwon, Selasa Legi, Jum’at Kliwon dan Jum’at Legi. Namun menurut warga setempat, air sumur ini seringkali berbau harum pada saat hari Kamis Malam atau Malam Jum’at di hari itulah Sang Putri Sri Tanjung menampakkan dirinya. Jika para peziarah ingin berinteraksi dengan Putri Sri Tanjung dengan didampingi Pak Darusman, maka para peziarah harus membawa kembang telon atau bunga pasar berwarna tiga macam untuk persembahan kepada Sang Putri Sri Tanjung. Setelah persembahan kembang telon di tempatkan dipinggir sumur, maka Pak Darusman akan memanggil Putri Sri Tanjung dengan menyalakan dupa wangi untuk mendapatkan do’a restu. Usai mendapatkan do’a restu, para peziarah baru diperkenankan meminta dan bermunajat kepada Allah SWT. dengan melalui sumur Sri Tanjung. Setelah melakukan ritual do’a maka satu persatu peziarah diminta cuci muka dengan air sumur kemudian meminumnya.
            Peristiwa Sri Tanjung yang dibunuh oleh suaminya, Sidopekso akhirnya menciptakan bau harum di sendang atau sumber air yang luas dan mengalir menjadi sungai. Hal itu menandakan bahwa Sri Tanjung setia kepada Sidopekso. Karena bau air yang harum tersebut, maka kabupaten ini dinamai Banyuwangi yang berasal dari kata “banyu” berarti air, dan “wangi” berarti harum, maka Banyuwangi memiliki makna “air yang harum”. Dengan peristiwa itu juga sendang tersebut dijadikan sebagai sumur yang disebut dengan sumur Sri Tanjung Sumberwangi yang memiliki kekuatan tersendiri. Tidak mengherankan bila Sumur Sri Tanjung Sumberwangi tersebut semakin banyak pengunjungnya, karena legenda putri Sri Tanjung ini, hingga kini memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Using Banyuwangi, bahkan bagi masyarakat diluar Banyuwangi juga mempercayai kekuatan putri Sri Tanjung itu. Sumur Sri Tanjung diyakini masih menyimpan beberapa misteri dan kekuatan gaib. Sumur Sri Tanjung diyakini oleh sebagian masyarakat memiliki beberapa khasiat ampuh. Air sumur ini dipercaya dapat mengabulkan do’a ataupun hajat. Bahkan ada yang mempercayai bahwa air sumur dapat membuat awet muda, dan ada juga yang menganggap jika minum dan mandi menggunakan air sumur ini maka akan mendapat berkah. Banyak diantara mereka, sepulang berziarah atau hanya berkunjung dari Sumur Sri Tanjung Sumberwangi ini mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tetapi tetap saja kita harus percaya kepada Sang Pencipta alam semesta.
            Dengan adanya situs sumur Sri Tanjung Sumberwangi diharapkan adanya antusias pemerintah dalam memperkenalkan situs ini agar semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. Selain itu, warga Banyuwangi hendaknya juga ikut menjaga keaslian sumur Sri Tanjung Sumberwangi. Sehingga pemerintah dan masyarakat sama – sama melestarikan sumur Sri Tanjung Sumberwangi ini. Jadi, situs sumur Sri Tanjung Sumberwangi dapat dinikmati hingga masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:
Write komentar